BAYU KURNIAWAN
Senin, 30 November 2020
Selasa, 22 September 2020
ASAL USUL TARIAN KESENIAN JARANAN KEDIRI
ASAL USUL KESENIAN JARANAN KEDIRI
Ragam kesenian di Kabupaten Kediri tentunya tidak lepas dari sejarah kerajaan Kediri.Beberapa kesenian khas daerah yang dapat dinikmati wisatawan antara lain Seni Jaranan, kethek ogleng dll
Kesenian Jaranan menyuguhkan berbagai atraksi menarik yang kadang mampu membangkitkan rasa takjub.Atraksi gerak pemain dengan diiringi tabuhan gamelan serta sesekali diselingi unsur magis menjadikan kesenian ini layak ditonton.
Di Kabupaten Kediri terdapat beberapa kesenian Jaranan yang dapat dinikmati diantaranya Jaranan Senterewe, Jaranan Pegon, Jaranan Dor, dan Jaranan Jowo. Jaranan Jowo merupakan salah satu kesenian Jaranan yang mengandung unsur magis dalam tariannya. Dimana pada puncaknya penari akan mengalami TRANCE (kesurupan) dan melakukan aksi berbahaya yang terkadang di luar akal manusia.
Sedangkan Jaranan Dor, Jaranan Pegon, dan Jaranan Senterewe lebih mengedepan kan kreatifitas gerak dengan iringan musik yang dinamis. Jaranan Senterewe merupakan jaranan yang digemari, karena dalam penampilannya selalu disertai hiburan lagu-lagu yang bernada diatonis. Seluruh kesenian jaranandi Kabupaten Kediri berada di bawah naungan Paguyuban Seni Jaranan (PASJAR) Kabupaten Kediri. Pemakeman Jaranan Kediri mengalami kendala karena hampir di setipa daerah terdapat kesenian ini, terutama daerah sekitar kediri, namun berbeda gerakanya. Perlu kajian sejarah untuk menetapkan pakem.
Sejarah Jaranan
Jaranan, sebenarnya menggambarkan cerita masa lalu, ketika Raja Bantar Angin, seorang raja dari Ponorogo bermaksud melamar Dewi Songgolangit, putri cantik dari kerajaan Kediri, atau yang biasa disebut juga dengan Dewi Sekartaji atau Galuh Candra Kirana. Konon menurut cerita, karena wajahnya jelek, Raja Bantar Angin akhirnya menyuruh Patihnya, yang bernama Pujangga Anom, seorang patih yang dikenal sangat tampan. Agar Dewi Sekartaji tidak tertarik dengan Patih Pujangga Anom, Raja Bantar Angin memintanya memakai sebuah topeng buruk rupa. Lalu Patih Pujangga Anom, datang ke kerajaan Kediri, menyampaikan maksud rajanya. Putri Sekartaji, yang mengetahui Patih Pujangga Anom mengenakan topeng, merasa tersinggung, lalu menyumpahi agar topeng tersebut, tidak bisa dilepas seumur hidup. Raja Bantarangin, akhirnya datang sendiri ke Kerajaan Kediri. Sebagai gantinya, Dewi Songgolangit meminta 3 persyaratan. Jika Raja Bantarangin bisa memenuhi, dirinya bersedia diperistri. Tiga syarat tersebut, binatang berkepala dua, 100 pasukan berkuda warna putih, dan alat musik yang bisa berbunyi jika dipukul bersamaan. Sayangnya, Raja Bantarangin, hanya bisa memenuhi 2 dari 3 persyaratan tersebut, 100 kuda warna putih yang digambarkan dengan kuda lumping, alat musik yang bisa dipukul bersamaan yakni gamelan. Sehingga, terjadi pertempuran diantara keduanya. Kerajaan Kediri, datang dengan membawa pasukan berkuda, yang kini digambarkan sebagai jaranan, sementara Kerajaan Ponorogo membawa pasukan, yang kini digambarkan sebagai kesenian Reog Ponorogo.
Diperjalanan, terjadi pertempuran. Raja Ponorogo yang marah, membabat macan putih yang ditunggani patih kerajaan Kediri, dengan cambuk samandiman, hingga akhirnya melayang ke kepala salah satu kesatria dari Ponorogo. Bersamaan dengan kejadian tersebut, seekor burung merak, kemudian juga menempel dikepala kesatria tersebut, sehingga ada kepala manusia yang ditempeli kepala macan putih dan merak, ini yang sekarang disimbolkan reog Ponorogo. Bahkan, dalam tarian reog, semua penari juga membawa cambuk. Sementara dalam kesenian jaranan, menggambarkan pasukan berkuda Dewi Sekartaji yang hendak melawan Raja Ponorogo. Barongan, Celeng dan atribut didalamnya, sebagai simbol, selama dalam perjalanan menuju Ponorogo yang melewati hutan belantara, pasukan juga dihadang berbagai hal, seperti naga, dan hewan hewan liar lainnya.
Silahkan anak-anak simak video di bawah ini agar kalian dapat lebih memahami tentang tarian Jaranan.
Sudut Siku-siku, Sudut Lancip dan Sudut Tumpul
Sudut siku-siku
Sudut siku-siku itu sudut yang besarnya 90°.
Dalam gambar tersebut, coba kamu perhatikan titik sudut O. Nah, sudut itulah yang disebut dengan sudut siku-siku.
Sudut lancip
Sudut lancip merupakan sudut yang besarnya kurang dari 90° (0° < 90° ).
Dalam gambar tersebut, titik sudut O membentuk sudut lancip.
Sudut tumpul
Sudut tumpul merupakan sudut yang besarnya antara 90° sampai 180° (90° < 180°)
Perhatikan titik sudut O. Titik sudut itu membentuk sudut tumpul.
Agar anak-anak lebih memahami tentang jenis-jenis sudut silahkan simak vidio di bawah ini :
Keragaman Budaya
1. Rumah Adat Joglo Jompongan dan Sinom
Tahukah kamu, rumah Joglo Jompongan disebut sebagai dasar dari rumah adat Joglo.
Hunian ini memiliki denah bujur sangkar dan menggunakan dua buah pengerat di bangunan.
Sementara Joglo Sinom dibangun dengan tiang penyangga sejumlah 36 buah.
Diantara seluruh tiang tersebut, hanya ada empat tiang utama atau saka guru
Kemudian, di sisi bangunan kamu bisa melihat teras mengelilingi hunian tersebut.
Kedua bangunan ini tentu saja dilengkapi dengan atap tradisional yang disebut sebagai atap Joglo.
2. Gambar Rumah Adat Jawa Timur Joglo Situbondo
Hunian ini memiliki rupa yang sama dengan Joglo yang merupakan rumah adat di Jawa Tengah.
Hanya penyebutan namanya saja yang berbeda, di mana masyarakat Jawa Timur menyebutnya sebagai Joglo Situbondo.
Bentuknya limas atau dara gepak, dengan kayu jati sebagai material utama bangunan.
Keunikan rumah adat Jawa Timur ini adalah, ia melambangkan kepercayaan Kejawen yang berakar pada sinkritisme.
Tata ruangnya merupakan bentuk representasi dari keharmonisan sesama manusia dan manusia dengan lingkungannya.
Di mana bangunan terbagi menjadi area depan berupa pendopo dan badan rumah yang terbagi menjadi:
- Senthong tengen/kamar kanan untuk dapur dan gudang
- Senthong kiwa/kamar kiri untuk area kamar tidur
- Senthong tengah untuk tempat menyimpan benda pusaka dan berharga
Sementara pondasi, jumlah saka guru/tiang utama, bebatur/tanah yang diratakan, serta ornamen dalam interiornya menunjukkan kepribadian masyarakat sekitar.
Tak hanya itu, di bagian depan rumah, sebelum masuk ruang utama, kamu akan melihat makara atau selur gelung.
Ini merupakan pintu dengan hiasan yang diyakini dapat mengusir hal negatif agar tak masuk ke dalam hunian.
3. Rumah Adat Using di Indonesia
Jika berkunjung ke desa Kemiren di Banyuwangi, kamu akan merasa seperti dibawa melintasi ruang waktu.
Pasalnya, bangunan-bangunan di sana masih dijaga keasliannya seperti hunian tradisional tempo dulu.
Nama rumah adat ini adalah Using, yang terbagi menjadi tiga jenis bangunan yakni:
- Rumah Tikel Balung dengan empat rab (bidang atap)
- Rumah Baresan dengan tiga rab
- Rumah Crocogan dengan dua rab.
Untuk pembagian ruang, ketiganya sama-sama memiliki empat ruang yakni hek/baleh (pembatas), ampet (teras), jerumah (ruang tengah), dan pawon (dapur).
4. Gambar Rumah Adat Suku Tengger di Jawa Timur
Rumah adat suku Tengger menambah ragam rumah ada di Indonesia.
Keunikan rumah adat Jawa Timur satu ini yakni, bangunannya terlihat terjal dengan bubungan atap yang tinggi dan hanya ada 1-2 jendela.
Material utama pembentuk bangunan adalah papan atau batang kayu.
Di bagian depan rumah, kamu bisa melihat bale-bale menyerupai dipan yang menjadi tempat untuk duduk.
Suku Tengger membangunnya di lereng Gunung Bromo dengan pola tak teratur dan bergerombol.
Jarak antar rumah juga saling berdekatan, hanya dipisahkan oleh jalur pejalan kaki yang sempit.
Ini dilakukan sebagai upaya menghalau serangan cuaca dingin dan angin pegunungan.
5. Rumah Adat Dhurung di Indonesia
Berikutnya, ada rumah adat Dhurung yang tampak seperti saung, tanpa bambu atau kayu sebagai dindingnya.
Sementara atapnya tampak besar dan tinggi, dibuat dari rumbai daun pohon dheum.
Bangunan ini bisa dibilang merupakan tempat duduk atau tempat beristirahat masyarakat setelah bekerja di sawah.
Tak hanya itu, Dhurung juga digunakan sebagai tempat untuk bersosialisasi dan bahkan mencari jodoh.
Oleh sebab itu, bangunan ini umumnya diletakkan pada area samping atau depan rumah.
Uniknya, jika Dhurung dibuat berukuran besar, bangunan ini juga digunakan sebagai lumbung padi.
Lengkap dengan jhelepang atau jebakan penangkap hama tikus
Sayangnya, kini Dhurung sudah semakin sulit ditemukan di Jawa Timur.
6. Gambar Rumah Adat Limasan Lambang Sari di Jawa Timur
Familiar dengan istilah rumah limasan?
Ini merupakan nama rumah adat di Jawa yang dikenal memiliki bentuk limas atau persegi panjang.
Namun, limasan lambang sari memiliki keuninak tersendiri dibanding bangunan lain dengan konsep serupa.
Keunikan rumah adat Jawa Timur ini yakni, konstruksi pembentuk atapnya berupa balok penyambung.
Kemudian, kamu bisa menemukan tiang rumah sejumlah 16 buah dan atap dengan empat sisi.
Jika diperhatikan dengan cermat, keempat sisi atap ini dihubungkan oleh satu bubungan yang kuat.
Pondasinya sendiri berbentuk umpak, yakni alas tiang bangunan yang terbuat dari batu.
Dengan purus di tengah tiang bawah untuk mengunci tiang bangunan.
7. Rumah Adat Limasan Trajumas Lawakan
Rumah adat Limasan Trajumas Lawakan merupakan modifikasi atau perkembangan dari Limasan Trajumas.
Hunian ini dibangun dengan material kayu kuat seperti jati, sosnokeling, glugu, dan lainnya.
Perbedaan bangunan ini dari pendahulunya yakni, ada emperan di sekeliling bangunan.
Setiap emperan memiliki atap dengan derajat kemiringan yang berbeda dari atap utama.
Di tengahnya ada tiang yang membentuk rong-rongan di bagian dalam bangunan.
Atap utama sendiri terdiri dari empat sisi, yang tiap sisinya bersusun dua.
Kemudian, kamu bisa melihat 20 tiang yang menjadi struktur utama bangunan berjajar dengan rapi.
Sehingga bangunan tampak simetris dan stabil.
-
Keragaman Budaya 1. Rumah Adat Joglo Jompongan dan Sinom Sumber: berbol.co.id Tahukah kamu, rumah Joglo Jompongan disebut sebagai dasar ...
-
ASAL USUL KESENIAN JARANAN KEDIRI Ragam kesenian di Kabupaten Kediri tentunya tidak lepas dari sejarah kerajaan Kediri.Beberapa kesenian k...